Membaca Pandangan Fayakhun Andriadi tentang Pembangunan Indonesia
Bagi Fayakhun Andriadi, kurang lebih dua bulan lagi kita akan memperingati kemerdekaan bangsa
Indonesia yang ke-77. Seiring dengan janji kemerdekaan yang telah dicanangkan
oleh para Faounding Fathers bangsa ini, kita diberi tanggung jawab
sekaligus kehormatan yang sedemikian besar untuk mengisi kemerdekaan dengan
cara mengelola kekayaan yang sedemikian banyak.
Fayakhun
Andriadi, ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta pernah
mengungkapkan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki sekitar 17
ribu lebih pulau (6 ribu pulau berpenduduk) yang tersebar dalam area geografis
1.919.440 km2. Bisa kita bayangkan betapa besarnya potensi yang terkandung di
dalamnya. Sebuah anugerah bagi bangsa ini. Sebuah keunggulan yang juga menuntut
tanggung jawab besar dalam menjaganya.
Kondisi tanah air Indonesia yang berwujud
kepulauan dengan ini merupakan keuntungan dari sumber daya yang besar, baik
secara demografis maupun geografis. Namun, jumlah pulau yang tersebar justru
menjadi hambatan proses pembangunan dan pengembangan kehidupan masyarakat.
Bayangkan saja, jika kita ingin melakukan pembangunan di daerah ujung barat
Indonesia.
Misalnya, alat dan bahan yang dibutuhkan
ternyata hana tersedia di wilayah timur Indonesia hanya terdapat di ujung timur
Indonesia, berapa saja biaya transportasi yang diperlukan untuk memindahkannya.
Belum lagi jika melihat bahwa sampai saat ini belum tersedia fasilitas yang
memadai untuk menajalankan fungsi transportasi laut dan udara yang maksimal.
Oleh karena itu, visi tentang mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim
yang besar memang menjadi ide menarik dan layak kita perjuangkan bersama.
Kembali membahas mengenai kondisi geografis
Indonesia dengan wilayah luas yang terdiri dari ribuan pulau. Tingginya biaya
dan kondisi geografis tersebut ternayta menjadi faktor penting sulitnya
pembangunan dan pengembangan pembangunan bisa terlaksana di berbagai pelosok.
Dengan sumber pendanaan untuk melakukan
pembangunan yang tentu saja ada batasnya, fokus pembangunan lebih
dititikberatkan pada wilayah-wilayah yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Kebijakan ini mungkin dilandasi asumsi bahwa jika pembangunan di wilayah dengan
ekonomi tinggi dilakukan secara maksimal maka keuntungan daru perputaran uang
yang terjadi di daerah dengan nilai ekonomi tinggi bisa kemudian digunakan
untuk membiayai proses pembangunan di wilayah dengan nilai ekonomi lebih
rendah.
Anggapan di atas mungkin logis dan sah jika
dilihat dengan menggunakan cara pandang ekonomi. Meskipun demikian, kesenjangan
yang terjadi akibat dari kurang meratanya proses pembangunan yang selama ini
dilaksanakan juga layak menjadi pertimbangan.
Komentar
Posting Komentar