Fayakhun Andriadi Paparkan Tiga Tipe Cyber Defence
Fayakhun Andriadi, Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta mengutip Mac Gregor Knox dan Williamson Murray dalam buku The
Dynamics of Military Revolution 1300-2050(2001), yang menyebut enam tahap
revolusi teknologi militer. Tahap pertama, pembentukan negara modern dan
institusi militer modern, reformasi organisasi dan taktik militer, reformasi
sistem logistik militer. Tahap kedua, mobilisasi dan militerisasi warga negara,
mobilisasi ekonomi negara, mobilisasi dukungan politik warga negara, tentara
warga negara. Tahap ketiga, industrialisasi militer dan adopsi teknologi. Tahap
keempat, integrasi antar angkatan dan integrasi metode pertempuran.
Tahap kelima, pengembangan senjata pemusnah
massal serta komputerasi dan digitalisasi senjata. Tahap keenam, revolusi
teknologi informasi, yang ditandai dengan perang informasi dengan mengembangkan
sistem senjata yang dapat mengadopsi perkembangan teknologi terkini di bidang
telekomunikasi, informasi, komputerisasi, dan digitalisasi. Saat ini, kata Knox
dan Murray, dunia berada di tahap keenam revolusi teknologi militer.
Fayakhun melanjutkan, bahwa dunia maya menjadi arena baru dimana kekuasaan diperebutkan
dan dipertahankan. Di teritori tersebut, perang dapat
terjadi: cyber warfare. Sebuah perang yang dilakukan “hanya” dari
atas kursi empuk. “Jika dilontarkan beberapa dekade yang lalu, ucapan Alon
mungkin akan dianggap utopia. Namun kini, itu
nyata. Cyberspace memungkinkan seseorang berada di dua tempat berbeda
pada satu waktu yang sama. Ia dapat hadir dan menghilang secara misterius dan
secepat cahaya, hanya dengan menggunakan kabel serat optik sebagai
kendaraannya,” tutur Fayakhun.
“Dengan alat yang sama pula, sebuah negara
dapat digempur oleh negara lain, tanpa mengerahkan satupun pasukan nyata. Yang
bergerak adalah tentara maya. Richard A. Clarke, pakar keamanan komputer
sekaligus profesor di Universitas Harvard, dalam bukunya Cyber War: The
Next Threat To National Security and What To Do About It (2010)
mendefinisikan perang maya sebagai tindakan oleh negara untuk menembus komputer
atau jaringan negara lain untuk tujuan menyebabkan kerusakan atau gangguan. Dan
karena saat ini semua sektor kehidupan sebuah negara semakin terkoneksi dengan
internet, maka kerusakan atau gangguan tersebut berarti ancaman lumpuhnya
operasional seluruh sendi kenegaraan sebuah negara,” lanjut Fayakhun.
Fayakhun kemudian mempertanyakan seberapa jauh
kesiapan sistem pertahanan nasional Indonesia menyambut era cyber
defence (pertahanan maya) ini? Fayakhun mengutip Clarke, yang menyebutkan
tiga parameter untuk mengukur pertahanan maya sebuah negara.
Pertama, offense. Kemampuan sebuah negara untuk melakukan penyerangan
terhadap sistem jaringan komputer negara lain. Kedua, defense. Kemampuan
utuk bertahan dari segala potensi serangan yang datang dari luar.
Ketiga, dependence. Tingkat ketergantungan terhadap sebuah sistem atau
jaringan.
Komentar
Posting Komentar